JAMBI I STARINTI.COM– Di tengah hamparan lahan gambut yang luas di pesisir timur Provinsi Jambi, tepatnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, terbentang kebun kopi liberika yang telah menjadi ikon komoditas unggulan daerah tersebut. Kopi liberika, yang dikenal memiliki aroma khas dan karakter rasa yang berbeda dengan robusta maupun arabika, tumbuh subur di dataran rendah serta kawasan gambut dengan tingkat keasaman tinggi. Keunikan inilah yang membuat liberika menjadi salah satu kopi yang hanya bisa hidup optimal di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia—termasuk Jambi dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Kabupaten OKI dikenal sebagai daerah dengan bentang lahan gambut terluas di Sumatera Selatan. Kondisi geografisnya sangat mirip dengan Tanjung Jabung Barat: dataran rendah, curah hujan yang relatif stabil, serta karakter gambut yang dalam dan lembap. Karena persamaan kondisi ekologis ini, kopi liberika memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan di OKI. Selama ini, komoditas kopi di Sumsel lebih banyak didominasi robusta di daerah dataran tinggi. Namun liberika menawarkan peluang baru yang belum banyak disentuh dan justru sangat potensial untuk dikembangkan di wilayah gambut seperti OKI.
Kunjungan ke Kebun Kopi Liberika Tungkal di Tanjung Jabung Barat memberikan banyak gambaran tentang bagaimana tanaman ini mampu beradaptasi di lahan gambut yang khas. Di atas tanah gambut yang tebal dan berwarna gelap, pohon-pohon liberika tumbuh tinggi dan kuat, sebagian sudah berusia puluhan tahun. Akar tanaman mampu menembus lapisan tanah yang gembur namun asam, sementara batangnya yang kokoh membuat pohon ini kuat terhadap penyakit, hingga musim kemarau panjang—tantangan yang sering dialami petani di lahan gambut.
Heriyadi, Ketua Gapoktan Kelurahan Mekar Jaya, menjadi salah satu tokoh penting yang mengelola dan mempertahankan keberadaan kopi liberika di daerah tersebut. Ia menjelaskan bahwa sebagian kebun kopi liberika di wilayahnya sudah berumur lebih dari 40 tahun, namun masih produktif hingga sekarang. Menurutnya, salah satu keunggulan liberika adalah masa hidupnya yang panjang dan ketahanannya terhadap perubahan cuaca ekstrem.
“Liberika cocok sekali di gambut. Tidak rewel, tahan juga kalau kering. Yang penting dirawat, dibersihkan, dan dirangsang pembuahannya. Usia 1,5 tahun sudah mulai berbuah,” ujar Heriyadi menjelaskan, Senin (24/11/25).
Lebih jauh, ia menambahkan bahwa sistem tumpang sari—menanam kopi liberika bersamaan dengan pinang—telah terbukti meningkatkan pendapatan petani di Jambi. Kedua tanaman ini sama-sama cocok di lahan gambut dan memiliki pasar yang kuat. Pinang memiliki nilai ekspor tinggi, sementara liberika juga tengah mengalami peningkatan permintaan dari industri kopi nasional maupun internasional. “Kombinasi kopi liberika dan pinang ini sangat menguntungkan. Pinang untuk ekspor, kopi untuk pasar lokal dan luar daerah. Dua-duanya bernilai ekonomi tinggi,” ucapnya.
Juanda, seorang penggiat kopi di Provinsi Jambi, menguatkan pendapat Heriyadi. Menurutnya, berkebun kopi liberika saat ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan, terutama karena tingginya minat pasar terhadap kopi unik dari daerah gambut. Harga buah kopi liberika dalam bentuk cherry bisa mencapai Rp 12.000 per kilogram. Nilai tersebut akan melonjak berkali-kali lipat jika diolah menjadi green bean atau bubuk, bahkan bisa menyentuh ratusan ribu rupiah per kilogram untuk kualitas premium.
“Liberika ini pasarnya spesifik dan sedang naik daun. Banyak roastery cari rasa yang beda. Kopi gambut itu punya karakter tersendiri, dan itu dicari,” jelas Juanda.
Ia juga menegaskan bahwa liberika memiliki banyak keunggulan dibanding jenis kopi lain ketika ditanam di lahan gambut. Selain tahan terhadap kondisi ekstrem, liberika juga bisa dipanen sepanjang tahun. Hal tersebut menjadikan tanaman ini sebagai komoditas yang dapat memberikan pemasukan rutin bagi petani.
Melihat potensi besar itu, Ketua Forum Jurnalis Bende Seguguk (Forjubes) OKI, Nur Muin, menyampaikan bahwa kopi liberika sangat layak dikembangkan di Kabupaten OKI. Menurutnya, kesamaan karakter gambut antara OKI dan Jambi menjadi modal kuat bagi petani di OKI untuk mulai menanam dan mengembangkan kopi liberika.
“Dari penjelasan para penggiat kopi di Jambi, tidak ada alasan bahwa kopi liberika tidak bisa tumbuh di OKI. Situasi lahannya sangat mirip, teknik budidayanya pun sudah bisa kita adopsi,” kata Nur Muin.
Ia menambahkan, OKI kini memiliki banyak nilai tambah yang mendukung pemasaran kopi, terutama sejak beroperasinya jalan tol yang menghubungkan OKI dengan Palembang hingga ke Pulau Jawa. Akses transportasi yang lebih cepat dan lancar ini membuka peluang besar bagi petani maupun pelaku UMKM kopi di OKI untuk memperluas pasar ke luar daerah.
“Kita juga punya banyak kafe dan komunitas kopi yang mulai tumbuh. Itu artinya pasar lokal sudah ada. Tinggal bagaimana petani mulai mencoba, pemerintah memberikan pendampingan, dan kita belajar dari Jambi untuk mengembangkan liberika,” tambahnya.
Ke depan, kopi liberika bisa menjadi salah satu komoditas andalan baru Kabupaten OKI, sekaligus menjadi alternatif penguatan ekonomi masyarakat di kawasan gambut. Dengan pengelolaan yang baik dan dukungan semua pihak, bukan tidak mungkin OKI akan menyusul Jambi sebagai salah satu sentra kopi liberika terbaik di Indonesia.(DONI)








