Koko Trianto, Inspirasi Pejuang Pendidikan Wilayah 3T

Muratara3513 views

MURATARA I STARINTI.COM – Peran penting guru dalam pemberdayaan masyarakat 3T sebagai upaya penanganan kesenjangan pendidikan dan sosial.

Untuk itu, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, masih tercatat sebagai salah satu daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) yang menghadapi berbagai tantangan dalam bidang pendidikan dan sosial. Kondisi geografis yang sulit serta keterbatasan sarana dan prasarana menjadi hambatan utama dalam upaya pemerataan pendidikan di wilayah ini. SD Negeri Embacang Lama, tempat bertugas Koko Triantoro, S.Pd., Gr, menggambarkan secara nyata kondisi yang dihadapi guru dan siswa setiap harinya.

Koko Triantoro, seorang guru yang telah lebih dari 10 tahun mengabdi diberbagai daerah 3T mulai dari Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, hingga kini di Musi Rawas Utara, memahami betul arti perjuangan menjadi agen perubahan di daerah sulit. Menurutnya, “Seorang guru harus mampu bertahan dan memberikan dampak positif di mana pun bertugas, karena tugas utama guru adalah membawa perubahan menuju kehidupan yang lebih baik.”ujar koko

Sebagai bagian dari program Guru Garis Depan (GGD) yang digulirkan pemerintah sejak 2016, Koko mengaku program ini sangat membantu pemerataan pendidikan di daerah pinggiran, sekaligus mendukung nawacita pemerintah untuk “membangun dari pinggiran.” Namun, ia menekankan bahwa kendala utama di daerah seperti Muratara masih terletak pada minimnya infrastruktur, terutama akses menuju sekolah yang sebagian besar berada di sekitar pinggiran Sungai Rawas dan Sungai Rupit.

Kondisi geografis yang sulit membuat murid dan guru harus menyeberangi sungai menggunakan rakit bambu. Ditambah lagi, banjir bandang yang terjadi pada 2023 merusak sembilan jembatan gantung yang ada, memperparah kesulitan akses pendidikan dan aktivitas ekonomi masyarakat setempat. Melihat hal ini, Koko aktif mengajukan bantuan jembatan gantung dan perahu pendidikan sebagai moda transportasi utama, meski hingga kini belum mendapat respons yang memadai dari pemerintah daerah.

Tantangan terbesar lainnya adalah tingginya biaya pengadaan perahu dan jembatan, yang sangat dibutuhkan sebagai sarana utama mobilitas guru dan siswa. Koko menyampaikan, “Masalah ini memang kecil, tapi dampaknya sangat besar bagi keseharian kami di lapangan.” Kondisi ini bukan hanya masalah lokal, tetapi juga mencerminkan kesulitan yang dihadapi banyak sekolah di daerah terisolasi di seluruh Nusantara.

Meski awalnya hanya fokus mengajar, rasa empati dan keprihatinan Koko terhadap kesenjangan sosial memotivasinya untuk mencari solusi di luar tugas pokok sebagai guru. Keterbatasan anggaran pemerintah membuatnya aktif sebagai relawan di lembaga NGO yang fokus pada pengentasan kesenjangan di pedalaman, bahkan dipercaya sebagai koordinator relawan nasional.

Peran guru seperti Koko Triantoro membuktikan bahwa pendidikan bukan sekadar mengajar di kelas, melainkan juga pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur dan pengentasan kesenjangan sosial. Dengan dukungan semua pihak, harapan untuk pemerataan pendidikan di daerah 3T semakin nyata dan memberi angin segar bagi masa depan anak-anak bangsa yang tinggal di wilayah terluar negeri. Sebagai pemuda yang aktif, Koko juga menjadi teladan sekaligus inspirasi dalam memajukan pendidikan khususnya di Kabupaten Muratara melalui berbagai aksi sosial yang berdampak luas.(MAN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru